You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan HARGOREJO
Kalurahan HARGOREJO

Kap. KOKAP, Kab. KULON PROGO, Provinsi DI Yogyakarta

PEMERINTAH KALURAHAN HARGOREJO

MENUNGGU KOMITMEN PEMERINTAH KULON PROGO UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TPPO

Admin Hargorejo 17 April 2023 Dibaca 100 Kali
MENUNGGU KOMITMEN PEMERINTAH KULON PROGO UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TPPO

Mendengar perdagangan orang atau trafficking mungkin terasa tidak asing bagi sebagian kita, tetapi isu ini masih terasa jauh, benarkah ada perdagangan orang di daerah kita?. Mengenal istilah trafficking atau perdagangan orang kerap kali kita lihat dan dengar melalui media massa baik itu televisi, internet atau media mainstream seperti surat kabar, tetapi masih sulit bagi kita percaya bahwa kejahatan trafficking itu terjadi di lingkungan kita. Hal ini juga terkait minimnya budaya literasi di dalam masyarakat kita tentang trafficking ini, kebayakan kita mendengar perdagangan orang masih sebatas ketika ada seseorang yang diculik, disekap kemudian dijual kepada mucikari untuk dijadikan sebagai pekerja seks. Ini mirip sekali dengan plot cerita di film atau mungkin sinetron yang sering dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat kita. Ketika ini dijadikan referensi untuk melihat di lingkungan kita sepertinya belum ada kejadian tersebut di daerah kita, itu hanya kejahatan yang terjadi di kota besar saja, tapi benarkah demikian?

Faktanya tidaklah demikian, kejahatan trafficking adalah kejahatan yang terorganisir dan multinasional, mulai dari hulu sampai hilir, dimulai dari tingkatan desa sampai lintas negara. Bahkan yang lebih memprihatinkan banyak orang tanpa sadar menjadi bagian dari kejahatan ini. Masyarakat pedesaan kerap jadi sasaran empuk untuk masuk dalam rantai kejahatan ini. Niat mencari peruntungan yang lebih baik dengan bekerja keluar kota atau keluar negeri malah masuk jerat kejahatan trafficking ini. Kota atau luar negeri kerap kali menjanjikan  kehidupan yang lebih baik daripada hanya hidup di desa yang hidup dalam kesederhanaan, wajah gemerlap kota atau luar negeri ini kerap kali menjadi modus iming-iming untuk menggaet orang desa.

Kulon Progo juga tidak terlepas dari potensi ini, daerah yang sebentar lagi menjadi metropolitan ini juga termasuk daerah penyumbang tenaga migran terbesar di provinsi Yogyakarta menurut catatan Dinas Ketenagakerjaan Yogyakarta. Selain itu masifnya pembangunan yang dilakukan di Kulon Progo seperti bandara, hotel dan tempat hiburan menjadikan Kulon Progo daerah yang dilirik untuk mencari pekerjaan yang secara beriringan juga punya potensi sebagai daerah transit maupun tujuan trafficking. Belum ada catatan resmi oleh pemerintah bahwa terjadi kasus human trafficking di Kulon Progo, namun dari baseline riset yang dilakukan mitrawacana tahun 2014 kepada 225 mantan buruh migran di Kulon Progo 57 diantaranya terindikasi mengalami trafficking. Pertanyaannya kenapa tidak tercatat?, menurut kacamata penulis hal pertama, masih minimnya literasi tentang kejahatannya human trafficking ini, kedua belum adanya kesadaran dari pemerintah dan juga masyarakat, dan terakhir begitu rumitnya penanganan dalam kasus human trafficking karena melibatkan lintas sectoral dalam pananganannya.

Dalam UU No.21 tahun 2007 trafficking merupakan kejahatan khusus yang harus memenuhi 3 unsur, yaitu proses, cara, dan tujuan. Proses yaitu adanya rekruitmen, pengiriman, penampungan, juga pengiriman, dan penerimaan, sedangkan disisi cara adanya bujuk rayu, pemalsuan dokumen, tindakan pemaksaan dan kekerasaan, adanya pemanfaatan posisi rentan sehingga orang dengan atau tanpa paksaan orang mau mengikuti kehendak orang yang merekrut. Sedangkan secara tujuan untuk dieksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Dari paparan tersebut memang tidak mudah menetapkan kejahatan yang melibatkan aktivitas migrasi sebagai kejahatan trafficking. Namun demikian, bukan berarti kejahatan ini bisa di abaikan begitu saja, karena dampak yang dialami korban begitu besar, baik secara fisik, mental, dan juga material, bahkan kehilangan nyawapun kerap terjadi dalam kasus kejahatan human trafficking.

Walaupun secara undang-undang pemerintah pusat sudah menerbitkan UU No. 1 tahun 2007, namun belum semua pemerintah ditingkat daerah meratifikasi undang-undang tersebut untuk dijadikan peraturan daerah. Pemerintah Yogyakarta sebenarnya sudah menerbitkan Perda No.6 tahun 2014 tentang pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang, namun perda ini belum dijadikan acuan dalam proses pencegahan dan penanganan korban yang terindikasi trafficking, bahkan sampai sekarang belum ada peraturan turunan seperti Pergub yang mengatur teknis pelaksanaanya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa adanya peraturan yang melindungi warganya dari kejahatan trafficking ini harus mendapatkan atensi lebih mengingat perkembangan Yogyakarta yang semakin pesat, sekaligus Yogyakarta sebagai salah satu etalase untuk melihat Indonesia.

Ditingkat daerah Kulon Progo sebenarnya telah terbit Peraturan Bupati No. 144 tahun 2021 tentang gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang serta rencana aksi daerah yang akan dilaksanakan oleh gugus tugas. Ini merupakan angin segar juga merupakan bentuk komitmen pemerintah Kulon Progo dalam melindungi warganya dari kejahatan trafficking. Semoga Perbub ini benar-benar mampu dilaksanakan tidak hanya sekedar Perbub mandul yang setelah diterbitkan kemudian tenggelam begitu saja. Masyarakat sebagai warga negara juga diperlukan kepedulian dan sikap pro aktifnya untuk selalu mengawal pelaksanaan Perbub ini. Kedepan kita berharap bahwa komitmen pemerintah ini benar-benar bisa melindungi warga dari kejahatan trafficking, dan tidak ada satupun warga Kulon Progo yang menjadi korban dari kejahatan kemanusian ini.wallahu a’lam.

Penulis      :   Muhammad Mansur (Pendamping masyarakat untuk pencegahan TPPO di Kulon Progo)

 

 

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image