Seiring perkembangan teknologi banyak kemajuan yang dicapai dalam berbagai bidang. Jika dahulu pergi ke pasar harus berjalan kaki berkilo-kilo meter jauhnya sekarang sudah ada kendaraan bermotor yang dapat memperpendek waktu tempuh. Jika dahulu ingin menyampaikan pesan kepada orang banyak harus menemui satu persatu atau memakai isyarat kentongan, kini bisa lebih mudah melalui WhatsApp Grup. Masih banyak lagi kemajuan teknologi yang memudahkan kita dalam melakukan berbagai hal. Namun di sisi lain banyak sekali kearifan lokal yang mulai tergerus, bahkan terlupakan. Intensitas silaturahmi antar warga atau yang dalam bahasa Jawa disebut sesrawungan menjadi berkurang. Banyak generasi muda di Jawa yang lupa atau bahkan tidak tahu tentang unggah-ungguh atau tatakrama dalam berperilaku maupun berbahasa. Akibatnya, yang mengerti tentang seluk-beluk bahasa dan unggah-ungguh dalam budaya Jawa terhenti pada generasi terdahulu.
Untungnya pada era milenial ini masih ada beberapa pihak yang sadar akan pentingnya menjaga kearifan lokal agar tidak punah. Berbagai lomba seperti lomba sesorah, berpidato dalam bahasa Jawa, dan berpakaian tradisional Jawa diadakan untuk memupuk rasa cinta generasi muda terhadap budaya Jawa. Hal ini tentu agar sebagai orang Jawa kita tidak kehilangan ciri khas orang Jawa yang penuh dengan tatakrama dan budaya atau yang lebih sering dikenal dengan ungkapan "Ojo sampe wong Jowo ilang jawane".
Selain itu, beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua di rumah untuk menjaga kelestarian budaya Jawa adalah menerapkan unggah-ungguh atau tatakrama ketika berbicara dengan orang yang lebih dewasa, menjaga etika ketika makan, serta membiasakan mengucap kata "matur nuwun", "nyuwun ngapunten", "nderek langkung", "nyuwun tulung" dan sebagainya.
Penulis: Ajru F.