Pernahkah anda mendengar tentang filosofi "memayu hayuning bawana"?. Memayu hayuning bawana adalah salah satu falsafah kehidupan Jawa yang sangat akrab dalam budaya kejawen. Kata memayu berasal dari kata hamemayu yang dalam Bahasa Indonesia berarti mempercantik atau memperindah. Sedangkan hayuning bawana berarti keindahan atau kecantikan dunia. Jadi secara harfiah kata memayu hayuning bawana berarti mempercantik keindahan dunia. Menurut Koentjaraningrat, memayu hayuning bawana diterjemahkan sebagai memperindah dunia. Puncak falsafah ini adalah meraih kehidupan yang tata, titi, tentrem.
Dalam konsep memayu hayuning bawana, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga keharmonisan alam semesta. Dalam prakteknya, kehidupan manusia tentu tidak lepas dari hubungan manusia dengan Tuhan, lingkungan maupun sesama manusia. Hubungan antara manusia dengan Tuhan harus dijaga sebaik mungkin, karena kita di dunia bukanlah raja yang menguasai alam semesta, melainkan sebagai umat yang diutus untuk menjaga keharmonisan alam semesta. Maka dari itu sangat tidak pantas apabila seseorang merasa dirinya yang paling benar, paling besar, dan paling pantas mendapatkan suatu pujian, karena sejatinya manusia adalah makhluk Tuhannya yang lemah dan serba kekurangan. Hubungan antara manusia dengan manusia dapat dipupuk dengan menjaga ke-bhinneka tunggal ika-an dalam kehidupan. Manusia diciptakan dengan kondisi fisik, batin, sosial serta ekonomi yang berbeda-beda. Sudah banyak kalangan masyarakat yang mulai sadar untuk tidak membedakan status sosial dan ekonomi seseorang, namun masih sangat jarang yang bisa memahami kondisi fisik dan psikis seseorang. Untuk mengatasinya, hendaknya seorang manusia harus mengutamakan bagaimana caranya memberi daripada menerima. Kata "memberi" di sini tidak hanya sebatas memberikan materi, namun juga pengertian untuk saling memahami antar sesama. Hubungan antara manusia dengan lingkungannya bisa dijaga dengan menjaga kelestarian alam, karena jika alam telah rusak maka manusia tidak dapat hidup dengan baik. Dalam hal ini manusia hendaknya memperhatikan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam. Jika seseorang menebang pohon maka ia harus mau menanam, jika mencemari lingkungan maka harus melakukan sterilisasi, jika menyakiti binatang maka harus mau menyembuhkan, jika tidak mau alam memberikan teguran maka harus menjaganya.
Pada dasarnya, falsafah hamemayu hayuning bawana tidak hanya cocok untuk diaplikasikan di kalangan masyarakat Jawa saja, namun lebih menyeluruh kepada seluruh umat manusia di dunia. Pada mulanya Tuhan telah menciptakan alam semesta ini dengan begitu rupawan, maka kita harus bisa menjaga segala keteraturannya agar bisa harmonis.
Penulis : Ajru F
Editor : Yuli S