Kita semua, sebagai manusia pasti pernah merasakan yang namanya marah. Sementara beberapa orang ada yang suka marah-marah. Atau manusia yang lain lebih suka menahan marah. Tapi jika ditelisik kita sebagai manusia, marah adalah sebuah hal yang manusiawi. Seperti halnya tertawa, ataupun menangis.
Betapa tidak, kemarahan sering dinilai sebagai emosi negatif dan destruktif (merusak) yang perlu ditekan. Padahal bisa saja, kemarahan ini adalah bentuk respon positif jika digunakan konstruktif (membina, membangun atau memperbaiki) sesuatu. Nah dengan pemahaman ini sangatlah penting kita pahami marah yang sehat dan tidak sehat. Dengan pemahamana ini kita akan menjadi tahu kemarahan yang kita lakukan, marah yang baik atau tidak baik. Atau bisa juga kemudian kita mengelola marah yang tidak baik atau tidak sehat itu seperti apa. Tidak dipungkiri, kemarahan dari dalam diri bisa menimbulkan banyak dampak tidak baik. Untuk diri sendiri ataupun untuk orang-orang disekitar kita.
Marah yang baik, diungkapkan sebagai emosi yang berfokus pada penyelesaian masalah atau mengkomunikasikan sesuatu yang kurang pas atau tidak adil. Marah yang baik ataupun sehat bersifat sementara, tidak larut setelah jalan keluar ditemukan. Diungkapkan dengan sedikit dan tanpa dendam. Tidak memiliki kekuatan untuk menyakiti secara verbal ataupun fisik orang lain. Marah yang baik akan dikomunikasikan dengan efektif dengan impact sama-sama membawa kelegaan dan rasa baik-baik saja untuk diri sendiri ataupun orang lain.
Sementara marah yang tidak sehat ataupun tidak baik menimbulkan pikiran ingin menyakiti orang lain, membuat mereka merasakan apa yang kita rasakan atau lebih buruk dari itu. Marah tidak sehat bisa sangat kuat, sehingga bisa menimbulkan kehilangan kendali, cenderung menimbulkan ketakutan dan orang yang sedang marah bisa hilang kesabaran. Tanda marah yang tidak sehat lainnya adalah jika kita sulit untuk melepaskan amarah, setelah kejadian kita tetap disibukan dengan pikiran negatif terhadap diri sendiri. Semoga dengan membaca artikel ini, kita bisa lebih bisa mengelola emosi kita.
Penulis: Kemiyati