Beberapa orang memahami 14 Februari bukan hanya tentang hari valentine, ataupun hari kasih sayang. Pemahaman bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat, menghargai jasa para pahlawannya perlu dipatri kuat dalam ingatan generasi kita saat ini. Hari itu, 14 Februari 1945, 6 bulan sebelum berkumandang Kemerdekaan Indonesia, pemimpin pleton batalion PETA ( Pembela Tanah Air ) melakukan pemberontakan terhadap kekaisaran Jepang yang ada di Blitar Jawa Timur. Beliau adalah Soeprijadi. (Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia halaman 14 oleh Nino Oktorino).
Pemimpin pleton atau Shodancho bernama Soeprijadi, melakukan perlawanan karena keprihatinannya melihat kesengsaraan rakyat. Kerja Paksa atau yang biasa disebut Romusha menjadi alasanya. Selain seringnya tentara Jepang merampas hasil pertanian warga.
Sebagai seorang pemimpin pleton, melihat perlakuan tentara asing kepada warga pribumi, Soeprijadi begitu miris. Meskipun dalam sejarah juga disebutkan bahwa PETA adalah bentukan Jepang. Dan karena pertempuran yang dipimpinya itu juga, tidak banyak yang tahu nasib Soeprijadi. Dibaca dari sejarah hari pemberontakan PETA, sejumlah tentara Jepang terbunuh dan pasukan yang dipimpin Soeprijadi berhasil melarikan diri. Dengan membawa banyak perlengkapan dan logistik Jepang, seperti senjata Arisaka dan senapan mesin Type 99.
Komando tentara Jepang tak tinggal diam, 68 orang anggota PETA yang memberontak berhasil ditangkap dan 8 orang dihukum mati, 2 orang dibebaskan sementara Soeprijadi sendiri tidak ditemukan sampai hari ini. Hilangnya Soperijadi menimbulkan beberapa spekulasi. Ada yang mengatakan tokoh pemuda pemberontak (dimata tentara Jepang) ini gugur. Ada yang mengatakan Soeprijadi kabur ke tanah kelahiran Trenggalek. Dan spekulasi yang paling menyedihkan adalah Soeprijadi tertangkap dan dibunuh oleh tentara jepang.
Apapun spekulasi yang ada, tentu sudah menjadi keharusan kita semua mengingat bahwa ditanggal orang-orang merayakan kasih sayang dengan bertukar coklat, seorang tokoh pemuda, anak bangsa mempertaruhkan nyawanya dengan bertukar peluru.
Penulis: Kemiyati
Sumber: Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia