Hargorejo. Dalam acara nyadran, atau acara yang mengandung unsur nilai budaya. Bagi masyarakat Jawa tentu tak akan ketinggalan dengan ingkung. Ingukung adalah menu makanann yang dimasak dari ayam kampung jantan utuh lengkap dengan jeroannya dengan bumbu gurih. Ingkung juga tercatat dalam buku Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto. Ingkung dimaknai dengan kata Jawa “manekung” yang artinya memanjatkan doa dengan segenap hati kepada pemilik alam semesta.
Ingkung seperti sebuah makanan sakral. Sebab hanya ada di acara-acara tertentu. Seperti syukuran, atau kenduri. Bahkan ada beberapa masyarakat yang masih meyakini bahwa dalam menyajian ingkung ini tidak boleh diicip.
Meskipun ingkung sekarang juga banyak dijual di restoran. Dan seiring kemakmuran dan berkecukupanya manusia. Banyak masyarakat yang memasak ingkung untuk di konsumsi sendiri.
Dalam acara nyadran, ingkung banyak tersaji. Hal ini didapat dari masyarakat yang menyatakan “ngrasulke”. Yaitu warga yang menyatakan memberikan sedekah sebagi bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dengan diwujudkan ingkung. Pada kegiatan nyadaran.Setelah dilakukan doa bersama,maka ingkung akan disuwir-suwir kemudian dibagikan ke seluruh peserta yang hadir dengan ditaruh pada besek atau tenong yang mereka bawa dari rumah. Selain itu dalam jurnal pergeseran nilai-nilai keagamaan, kenduri dalam tradisi Jawa oleh masyarakat perkotaan yang ditulis oleh Sheiliya, ingkung dimaknai sebagai bentuk doa terbaik bagi manusia agar bisa meniru ayam. Dimana ayam tidak memakan semua makanan yang ada dihadapannya. Namun selalu memilah, mana yang layak dimakan dan tidak. Dengan begitu diharapkan manusia bisa memilah mana yang baik untuk diikuti dan buruk untuk ditinggalkan dalam kehidupanya.
Penulis : Kemiyati Wirono
Editor : Nura’eni