[KBR|Warita Desa] Jakarta | “Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 menunjukan jumlah penduduk Indonesia terus bertambah (pertumbuhan yang positif) sebanyak 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil Sensus tahun 2010, dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,25 persen. LPP memang telah berhasil diperlambat jika kita bandingkan pada periode tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen per tahun. Namun kita tidak serta merta bergembira dan euforia karena secara imbangan antara fertilitas dan mortalitas masih relatif tidak bergeser dengan Total Fertility Rate (TFR) masih di angka 2,45.” Ungkap Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) pada Webinar Implikasi Hasil Sensus Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, Kamis, (04/02/2021).
“TFR tahun 2021 ditargetkan 2,2 tetapi kesenjangan tiap daerah masih cukup tinggi misalnya di Nusa Tenggara Timur TFR masih di atas 3. Menjadi pertanyaan bersama, ketika kita ingin mengejar target 2,2 dengan sebaran penduduk seperti ini apabila hanya mengejar target saja mungkin dengan intervensi di pulau Jawa saja target ini bisa tercapai. Namun dari sisi asas keadilan tidak bisa seperti itu, maka kebijakan kita ada dua yakni bagaimana memberikan pemerataan akses pelayanan kemudian tidak lupa mengejar target termasuk didalamnya penurunan angka stunting,” tambah Dokter Hasto.
Hasil SP2020 mencatat bahwa penduduk Indonesia didominasi usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 191,08 juta jiwa (70,72%), jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 63,03 juta jiwa (23,33%) dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 16,07 juta jiwa (5,95%). Jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) cenderung turun sebagai konsekuensi penurunan TFR yang merupakan dampak dari berhasilnya pengendalian kuantitas penduduk melalui program keluarga berencana. Sedangkan jumlah penduduk lanjut usia cenderung meningkat sebagai dampak peningkatan kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyampaikan, “Kita juga harus mencermati daerah yang sudah memasuki ageing population seperti misalnya Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Daerah ini semestinya bonus demografi sudah didapatkan, secara teorinya bonus demografi seharusnya sudah diperoleh kemarin-kemarin. Yang menjadi pertanyaan apakah pendapatan perkapita penduduknya sudah naik secara signifikan, karena pada umumnya negara-negara, maju dan naik secara signifikan pada saat bisa mentransformasikan bonus demografi menjadi bonus kesejahteraan. Sehingga kita harus mensikapi tantangan ini dengan sangat bijak dengan segenap inovasi dan terobosan,” tegas Dokter Hasto.
BKKBN telah menetapkan arah kebijakan dan strategi sesuai dengan Renstra BKKBN tahun 2020-2024 yakni : menguatnya pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian penduduk seperti melalui strategi pengembangan Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK); meningkatkan akses dan kualitas penyelenggaraan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang komprehensif berbasis kewilayahan dan fokus pada segmentasi sasaran; memperkuat sistem informasi keluarga yang terintegrasi; meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang holistik dan integratif sesuai siklus hidup, serta menguatkan pembentukan karakter di keluarga; dan meningkatkan advokasi dan penggerakan program Bangga Kencana sesuai karakteristik wilayah dan segmentasi sasaran.
Terkait upaya percepatan pencegahan stunting Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyampaikan, “Saya berharap Pemerintah Daerah dapat memetakan bayi-bayi dibawah dua tahun (1000 Hari Pertama Kehidupan) siapa saja dan berapa jumlahnya diteliti betul ada stunting atau tidak, kalau didaerah memiliki keuangan yang cukup semua bisa di treatment dengan pemberian makanan tambahan yang baik, kalau tidak saya ‘titip’ agar mereka yang memiliki risiko tinggi stunting, agar dilakukan pendekatan yang spesifik seperti dijaga supaya tidak sakit kemudian nutrisi dipenuhkan,” pungkas Dokter Hasto