Hargorejo. 21 tahun dan sudah mahir membatik. Cantik, dan selalu optimis. Namanya Christina Eri Puspita Dewi. “Batik adalah karya seni. Untuk itu kita harus melestarikan” terdengar sangat klise sekali. Itu adalah kalimat yang terlontar dari gadis yang biasa dipanggil Ita ini, ketika menceritakan alasannya menekuni dunia batik.
Lahir 17 Mei 2000. Ita merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang semuanya adalah perempuan. Lahir dari Ayah Hartono dan Ibu Suyuti. Gadis cantik lulusan MAN 2 Wates jurusan IPS ini bercita-cita bisa membuka lapangan kerja sendiri. Kakak pertamanya merupakan Dukuh Ngulakan Agustina Vivin Wulandari. Lulus dari pendidikan atas, Ita pernah diminta untuk melanjutkan kuliah oleh orang tuanya. Dan juga pernah diminta mencari pekerjaan. Namun kembali lagi, gadis ini lebih menyukai pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah. Bagi Ita, bisa bekerja di rumah bisa memberikan rasa nyaman tersendiri.
Pertama mengenal dunia batik, Ita bersama teman perempuannya satu padukuhan Mbak Sulis yang juga menekuni dunia yang sama. Dengan mengikuti pelatihan membatik bersama Ibu-ibu PKK Ita mulai giat belajar membatik. Ditambah cerita sang Ayah yang mengatakan bahwa neneknya adalah juga seorang pembatik pada jamannya. Mungkin cerita ini jugalah, hingga Ita pun punya bakat membatik. Secara materi Ita bercerita dari membatik paling tidak dia punya penghasilan sendiri. Dan hal yang tidak terbayar dari kegiatannya ini adalah sebuah kepuasan ketika karyanya dipakai oleh orang lain. Seperti hal terakhir terjadi ketika kain karya Ita dipakai petugas KPPS saat pemilihan Lurah beberapa bulan yang lalu.
“Saya ingin menjadi pengusaha batik.” ucap Ita sore itu. Cita-cita luar biasa yang mungkin kita juga bisa membantu mewujudkannya. Kenapa tidak? Membeli hasil karyanya adalah salah satu bentuk apresiasi tertinggi untuk remaja yang sedang merintis usaha ini. Atau bisa juga pesan untuk digambarkan designnya. Jika tertarik, boleh kok sesekali pembaca mengunjunginya.
Penulis : Kemiyati Wirono
Editor : Indi