Dalam penyusunan RPJM Kalurahan, Pemerintah Kalurahan harus mengacu pada hukum yang berlaku. Lantas bagaimana apabila ada dua hukum yang bertentangan? Hal ini terjadi pada ketentuan Permendes 17/2019 dengan Permendagri 114/2014, salah satunya yaitu tentang pembentukan tim penyusun RPJM Desa. Permendagri 114/2014 pasal 1 angka 15 menghendaki bahwa tim penyusun terdiri dari:
- Kepala Desa selaku pembina;
- Sekretaris desa selaku ketua;
- ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
- anggota yang berasal dari perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat lainnya.
Sedangkan Permendes 17/2019 pasal 1 angka 16 menghendaki agar penyusun RPJM Desa terdiri dari:
- Pembina yang dijabat oleh kepala desa;
- Ketua yang dipilih oleh kepala desa dengan mempertimbangkan kemampuan dan keahlian;
- Sekretaris yang ditunjuk oleh ketua tim; dan
- Anggota yang berasal dari perangkat desa, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat desa lainnya. (Hukumonline.com)
Menjawab perbedaan tersebut, Ketua BPK Hargorejo, Sri Widada, S.IP, M.M. menjelaskan bahwa berdasarkan asas lex posterior derogate legi priori sebagaimana dikutip dari Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan yang menjelaskan bahwa aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama, sehingga mewajibkan menggunakan hukum yang baru. Berdasarkan asas tersebut, Permendes 17/2019 dapat mengesampingkan Permendagri 114/2014 untuk mencegah dualisme yang mengakibatkan ketidakpastian hukum. Meski begitu, tidak semua ketentuan dalam Permendagri 114/2014 digantikan dengan Permendes 17/2019, melainkan hanya hukum yang bertentangan saja.
Penulis : Ajru
Editor : Yuli