You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan HARGOREJO
Kalurahan HARGOREJO

Kap. KOKAP, Kab. KULON PROGO, Provinsi DI Yogyakarta

PEMERINTAH KALURAHAN HARGOREJO

Konflik Wilayah, Pemerintah Mobilisasi Ratusan Nelayan Pantura ke Natuna

Administrator 06 Januari 2020 Dibaca 326 Kali

KBR, Warita Desa-  Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berencana mengerahkan  seratusan nelayan Pantura ke Natuna. Hal itu guna menindaklanjuti masuknya kapal asing dari Cina dan Vietnam serta kegiatan pencurian ikan di wilayah Natuna.

Kata dia, menggerakkan nelayan ke Natuna sebagai salah satu upaya negara menghadirkan aktivitas di perairan Natuna. Selain dengan menggerakkan ratusan nelayan Pantura, ia juga membuka peluang untuk menggerakkan nelayan dari daerah lainnya ke Natuna secara berkala.

Mahfud mengakan menghidupkan aktivitas nelayan lokal Natuna karena di wilayah tersebut terdapat ikan yang melimpah.

"Hukum internasional mengatakan bahwa perairan yang dimasukan mereka adalah perairan sah kita Indonesia. Dan kita yang berhak mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan laut, termasuk 200 meter ke bawahnya dari dasar perairan itu. Itu menurut hukum. Karena kita kurang hadir di sana," ucap Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Senin, (6/1/2020).

Selain dengan menggerakan para nelayan ke Natuna, pemerintah juga meningkatkan patroli. Ia melarang kapal asing masuk ke perairan Indonesia dan melakukan pencurian ikan.

Menurut Mahfud, peningkatan patroli dan memobilisasi nelayan merupakan upaya menjaga kedaulatan NKRI. Karena itu, ia akan berkoordinasi lebih lanjut dengan para nelayan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemerintah Daerah membahas persoalan di Natuna ini.

Sebelumnya Kementerian Luar Negeri menuding  pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Hal itu terkait masuknya kapal penjaga pantai Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di perairan Natuna, Kepulauan Riau, serta kegiatan penangkapan ikan ilegal atau Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. 

Sikap Indonesia, ditegaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, diperkuat dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau UNCLOS 1982 yang menegaskan tentang ZEE Indonesia. 

Selain itu, klaim historis RRT atas ZEE Indonesia dengan beralasan bahwa para nelayan Tiongkok telah lama beraktivitas di Perairan Natuna bersifat unilateral, dan tidak diakui berdasarkan UNCLOS 1982.

"Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia. Yang kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982. Ketiga, Tiongkok merupakan salah satu dari UNCLOS 1982. Jadi sudah menjadi kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati," ucap Retno di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat, (3/1/2020).

Menlu Retno menambahkan, argumen Tiongkok yang beralasan para nelayan telah lama beraktivitas di perairan itu pun sudah dimentahkan oleh Keputusan SCS (Laut China Selatan) Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah 'relevant waters' yang diklaim oleh RRT, karena istilah itu tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. 

Menlu Retno menegaskan, Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak "nine dash-line" (sembilan garis putus) RRT yang tidak  diakui hukum internasional UNCLOS 1982. "Nine dash-line" adalah garis yang digambar oleh pemerintah RRT mengenai klaim wilayahnya di Laut Cina Selatan, meliputi Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly yang dipersengketakan dengan Filipina, Cina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam. 

"Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia tidak memiliki overlapping claim dengan RRT, sehingga berpendapat tidak relevan adanya dialog apapun tentang delimitasi batas maritim," kata Retno.

Author

Muthia Kusuma

Editor: Rony Sitanggang

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image