Mungkin bagi orang di luar Jawa terasa asing dengan kesenian Jathilan. Jathilan merupakan kesenian dari Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta. Jathilan juga sering dikenal dengan sebutan “ Kuda Lumping / Jaran Kepang ”. Disebut Kuda Lumping karena kesenian ini merupakan seni tari yang dipadukan dengan properti kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bamboo
Tidak ada catatan sejarah tentang kesenian ini namun kesenian ini turun temurun melalui mulut ke mulut. Pada awalnya kesenian Jathilan ini hanyalah sebuah pentas seni di dusun - dusun kecil sebagai penghibur masyarakat sekitar. Jathilan ini mengisahkan perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan penjajahan Belanda. Adapun versi lain yang menceritakan bahwa Jathilan ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono I untuk menghadapi pasukan Belanda.
Tarian ini dimulai dengan gerakan - gerakan yang sangat pelan kemudian lambat laun gerakan menjadi sangat dinamis mengikuti instrumen gamelan yang dimainkan. Seiring waktu penari akan kerasukan roh halus, kondisi ini dalam bahasa jawa disebut “ndadi”. Ketika kerasukan ini penari tidak sadarkan diri dengan perbuatan yang dia lakukan. Penari mulai melakukan gerakan yang tidak beraturan.
Dalam kondisi seperti ini yang tidak boleh ketinggalan yaitu keberadaan pawang. Pawang yaitu seorang yang memiliki peran menyembuhkan penari yang kerasukan dan mengendalikan serta mengatur jalannya acara agar berjalan dengan lancar.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian Jathilan ini juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran dimulai pawang melakukan ritual terlebih dahulu. Dalam seni Jathilan selalu disediakan sesaji, yang diantaranya ialah beberapa jajanan pasar, tumpeng, bermacam- macam kembang, beraneka ragam jenis minuman (kopi, teh, air putih), menyan, hio (dupa China), ingkung dsb. Veronica Desi (2017)
Sabtu, 25 Januari 2020 bertempat dirumah Saudara Marjono warga Rt. 049 Rw. 013, Kelompok Kesenian Tradisonal Jatilan klasik “ Langen Turonggo Wisnu Bodro “ Pedukuhan Sangkrek mengadakan pelatihan / pentas rutin kedua, yang rencananya dilaksanakan 2 minggu sekali setiap malam minggu guna mengasah dan melatih kemampuan para anggota. Pelatihan ini juga untuk berpartisipasi pada Festival Kesenian Tradisional yang akan digelar oleh Kapenewon Kokap. juga untuk mendukung dan menyongsong perubahan status Kalurahan / Desa Hargorejo dari status Kalurahan / Desa Kantung Budaya menjadi Kalurahan / Desa Rintisan Budaya. Kedepan dengan adanya Program Peningkatan Jalan yang menghubungkan Bandara baru Jogjakarta NYIA menuju Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur yang melintasi Pedukuhan Sangkrek dapat untuk ajang promosi kesenian ( koes )