You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan HARGOREJO
Kalurahan HARGOREJO

Kap. KOKAP, Kab. KULON PROGO, Provinsi DI Yogyakarta

PEMERINTAH KALURAHAN HARGOREJO

Pelestarian Seni Karawitan Jawa di Sangkrek

Administrator 22 Januari 2020 Dibaca 1.827 Kali

Rabu, ( 22/1/2020 ) Karawitan Jawa atau yang biasa disebut sebagai seni suara tertua. Merupakan seni yang terlahir ditengah-tengah Masyarakat Jawa. Sebuah seni suara yang menawarkan keindahan yang begitu halus dan memiliki fungsi estetika yang sarat dengan nilai sosial, moral dan spiritual. Karawitan Jawa tercipta dari harmonisasi dari kerumitan alunan-alunan suara berlaras Slendro dan Pelog dari seperangkat alat Musik Tradisional Jawa yakni Gamelan.


Pada awal perkembangannya fungsi Karawitan Gamelan hanya berkisar pada upacara-upacara Keraton, namun sejak jaman Mataram yang dikatakan sebagai tonggak Seni Karawitan, seni suara ini juga difungsikan sebagai sarana hiburan yang juga dapat dinikmati oleh masyarakat diluar tembok Keraton.Ketika merujuk pada Prawiroatmojo (1985:34) istilah karawitan telah mencapai popularitasnya di Masyarakat, dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di lingkungan daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta.


Sudah sering terdengar kata Rawit yang berarti Halus dan Indah-indah. Begitu pula terdengar kata Ngrawit yang diartikan sebagai Karya Seni yang memiliki sifat-sifat yang halus, rumit dan indah (Soeroso; 1985:1986). Adapun definisi dari Seni Karawitan, Suhastjarja (1984) menyatakan Seni Karawitan adalah Musik Indonesia yang memiliki laras Nondiatonic (Slendro dan Pelog).


Dimana musik ini sudah digarap menggunakan sistim notasi, ritme, warna suara, memiliki fungsi, sifat pathet dan aturan garap dalam bentuk instrumentalia, vokalis dan campuran. Hal inilah yang menjadikan musik karawitan enak didengar baik untuk dirinya dan orang lain. Istilah Karawitan sendiri digunakan untuk merujuk pada kesenian Gamelan yang banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya.


Banyak orang memaknai “karawitan” berangkat dari kata dasar “rawit” yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6).
Penamaan Karawitan ini mengacu pada apa yang dihasilkan oleh alat musik Gamelan yang memang memiliki sistem nada nondiatonis (dalam laras Slendro dan Pelog).


Identik dengan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan dalam sajian instrumentalia, vokalia ataupun campuran keduanya yang menghasilkan sesuatu yang enak didengar.
Karaw (Supanggah, 2002:12) Karawitan mengandung 2 unsur yaitu Menggunakan alat musik gamelan – sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog – sebagian atau semuanya yang kedua Menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik instrumental gamelan atau non-gamelan maupun vocal atau campuran dari keduanya.


Melalui Gamelan, Seni Karawitan mampu mendidik rasa keindahan seseorang yang diharapkan untuk menumbuh kembangkan kesadaran pada nilai sosial, moral dan spiritual. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa kesetiakawanan tumbuh, tegur sapanya halus, tingkah laku lebih sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing – gendhing (Trimanto, 1984).


Dalam hal sejarah, Karawitan Jawa tidaklah terlepas dari perkembangan alat musik gamelan yang secara hipotesis diketahui telah ada sebelum masuknya pengaruh agama Hindu ke Indonesia.
Selasa, 21 Januari 2020 Dukuh Sangkrek dan pegiat seni tradisional menginisiasi  pengadaan secara swadaya  seperangkat peralatan gamelan guna turut serta berperan aktif melestarikan dan memupuk kesenian yang sudah banyak diminati warga mancanegara agar bisa berkembang dan lestari di wilayah Pedukuhan Sangkrek serta guna mendukung dan menyongsong perubahan status Kalurahan Hargorejo dari status Kalurahan/Desa kantung budaya menjadi Kalurahan/Desa rintisan budaya. (WIR)


Sumber : Kusdiono, Internet

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image