Penghayat di Indonesia adalah kelompok masyarakat yang memegang keyakinan dan kepercayaan yang berbeda dengan agama mayoritas seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Penghayat di Indonesia dikenal dengan sebutan aliran kepercayaan atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Eksistensi penghayat di Indonesia menjadi sebuah fenomena yang menarik perhatian banyak kalangan karena keberadaannya yang masih terus bertahan hingga saat ini.
Penghayat di Indonesia memiliki keberagaman yang sangat luas, dengan jumlah pengikut yang mencapai ribuan kelompok. Beberapa di antaranya adalah Sunda Wiwitan, Kejawen, Sapta Darma, dan Batin. Masing-masing kelompok memiliki keyakinan dan tata cara ibadah yang berbeda-beda. Namun, pada umumnya penghayat di Indonesia mengakui adanya kekuatan alam dan roh yang harus dihormati dan dipuja.
Meskipun penghayat di Indonesia sudah ada sejak lama, namun eksistensinya masih belum mendapatkan pengakuan yang sama dengan agama-agama mayoritas, sehingga seringkali mengalami diskriminasi dan marginalisasi. Hal ini terlihat dari ketidakadilan dalam hal pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk), penerbitan buku nikah, serta ketidakmampuan untuk membangun tempat ibadah secara resmi. Selain itu, penghayat juga masih seringkali mengalami diskriminasi dan marginalisasi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam hal pendidikan dan pekerjaan.
Walaupun begitu, penghayat di Indonesia tetap mempertahankan eksistensinya dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan membentuk organisasi atau perkumpulan yang memperjuangkan hak-hak mereka. Beberapa organisasi penghayat yang sudah terbentuk adalah Paguyuban Sunda Wiwitan Indonesia, Lembaga Kepercayaan Sunda Wiwitan, dan Pusat Studi dan Pengembangan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi-organisasi ini berupaya untuk memperjuangkan hak-hak penghayat di Indonesia, seperti hak untuk membangun tempat ibadah, hak untuk mendapatkan KTP, dan hak untuk menerima perlindungan hukum.
Selain itu, banyak penghayat di Indonesia juga berupaya untuk menyebarkan ajaran mereka kepada masyarakat luas. Beberapa kelompok penghayat bahkan membuka pusat-pusat kepercayaan yang terbuka untuk umum. Dalam pusat-pusat kepercayaan ini, penghayat berusaha untuk memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai keyakinan mereka kepada masyarakat yang ingin belajar.
Dalam rangka memperjuangkan hak-hak penghayat di Indonesia, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus mengakui eksistensi mereka dan memberikan perlindungan serta pengakuan yang sama dengan agama-agama mayoritas. Hal ini juga sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, yang mengajarkan bahwa perbedaan dalam kepercayaan dan keyakinan adalah sebuah kekayaan yang harus dihargai dan dihormati.
Secara keseluruhan, eksistensi penghayat di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik perhatian banyak kalangan. Meskipun masih mengalami diskriminasi dan marginalisasi, penghayat di Indonesia tetap mempertahankan keberadaannya dengan berbagai cara. Pemerintah dan masyarakat Indonesia harus memberikan pengakuan dan perlindungan yang sama dengan agama-agama mayoritas, sehingga penghayat di Indonesia dapat hidup dengan tenang dan damai. (Rullyanto)