Salah satu bukti bahwa Indonesia sangat kaya akan kebudayaan adalah tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan Suro (bulan Muharram dalam kalender Hijriyah). Tradisi memperingati bulan Suro biasanya dilakukan pada malam tanggal 1 Suro dan malam 10 Suro. Peringatan malam 10 Suro diadopsi dari tradisi umat Islam dalam memperingati malam 10 Muharram (Hari Asyura), dimana pada tanggal tersebut banyak peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam.
Tradisi memperingati hari Asyura juga dilakukan oleh warga Padukuhan Sangkrek, Kalurahan Hargorejo. Pada Kamis malam (27/07/2023), warga berbondong-bondong memadati Mushola An-Nur Segandong untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Selain warga RT 45 Padukuhan Sangkrek, hadir pula warga dari Padukuhan Gunung Kukusan yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut. Seusai shalat, warga berpindah ke halaman mushola untuk mengikuti acara peringatan 10 Muharram. Acara diawali dengan nyanyian shalawat yang diiringi musik hadroh. Setelahnya, acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh dan kaum/ro’is dari Padukuhan Sangkrek dan Gunung Kukusan. Puncak acara diisi dengan makan opor ayam dan bubur Suro bersama-sama dilanjutkan dengan kenduri. Konon, makanan tersebut wajib ada dalam setiap peringatan bulan Suro.
Berbeda dari bubur biasa, bubur suro dibuat khusus menggunakan 7 macam biji-bijian, di antaranya adalah kacang tanah, kacang hijau, kacang tholo, ketan putih, ketan hitam, kedelai serta jagung. Selain bubur, sayur untuk kenduri juga terdiri dari tujuh macam jenis sayuran, yaitu kacang panjang, terong, waluh, labu siam, nangka, kacang tholo, serta papaya. Beberapa ubo rampe sebagai pelengkap dalam peringatan bulan Suro memang sengaja disediakan dalam jumlah yang tetap (tujuh). Menurut para sesepuh, hal ini dikarenakan angka 7 memiliki simbol jumlah hari dalam satu minggu yang bermakna agar setiap hari kita harus memiliki tekad dan niat yang baik dalam bertindak. Masih tak lepas dari tradisi zaman dahulu, bungkus nasi kenduri tidak dibungkus menggunakan plastik, melainkan menggunakan dedaunan lalu luarnya dibungkus dengan anyaman dari janur (daun kelapa yang masih muda).
Selain warga RT 45, warga RT 46 juga mengadakan kembul dhahar di Mushola AL-Kautsar. Rangkaian acaranya pun hampir sama dengan yang diadakan di Mushola An-Nur. Bedanya, acara tersebut tidak diadakan di halaman, melainkan di dalam ruangan. (Ajru Fajriiyah)