Kebebasan dalam berpendapat sudah diterapkan dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat bebas menyuarakan aspirasinya, baik secara lisan, tulisan maupun perbuatan. Dalam berpolitik maupun bersosialisasi, masyarakat bebas mengemukakan pendapatnya di depan umum. Berbeda dengan dahulu ketika media-media yang tidak sesuai dengan kehendak pemerintah banyak yang dibredel. Namun ini bukan berarti dalam menyuarakan pendapat dibebaskan sebebas-bebasnya. Tentunya masih ada nilai-nilai dan norma yang mengatur agar tidak terjadi ketimpangan hukum dan pelanggaran HAM.
Dalam istilah Jawa, kita sering mendengar ungkapan "ngono ya ngono, ning ojo ngono" (begitu ya begitu, tapi jangan begitu juga). Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa dalam melakukan sesuatu itu ada batasnya. Jangan sampai dalam berbicara dan bertindak kita melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Misalnya sebagai generasi muda boleh saja kita keluar malam untuk bekerja atau melakukan hal-hal yang positif seperti berdiskusi bersama, mengikuti kajian-kajian yang bermanfaat dan sebagainya. Namun jangan sampai ketika keluar malam kita melakukan hal-hal yang dapat merusak nama baik diri kita dan keluarga, atau bahkan mengganggu kenyamanan dan keamanan lingkungan. Intinya, dalam setiap tindakan dan tutur kata kita harus pandai-pandai menimbang efeknya bagi diri kita, keluarga dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan peribahasa "kena iwake, aja ngasi buthek banyune" yang berarti dalam mencapai tujuan sebisa mungkin jangan menimbulkan kerusakan.
Penulis: Ajru F.
Sumber foto : https://sematamata.co/ngono-yo-ngono-ning-ojo-ngono-16177070