You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan HARGOREJO
Kalurahan HARGOREJO

Kap. KOKAP, Kab. KULON PROGO, Provinsi DI Yogyakarta

PEMERINTAH KALURAHAN HARGOREJO

PULUHAN TAHUN HIDUP TERPENCIL, DAN DIA TETANGGA KITA

Administrator 13 Februari 2020 Dibaca 369 Kali

Hargorejo Kamis (13/02/2020) Saya memanggilnya Pak Burhan, Lelaki usia 46 tahun ini merupakan warga Padukuhan Tejogan RT 38 tinggal diseberang sungai Nagung yang melintasi padukuhan ini. Seorang laki-laki sederhana yang saya kenal beberapa waktu yang lalu. Saya mengenalnya melalui kegiatan sosial yang dijalani beliau di Pokdarwis ( Kelompok Sadar Wisata ) Garda Menoreh yang ada di Kalurahan Hargorejo. Hanya karena kebetulan saya seseorang yang diminta untuk ikut berkegiatan dalam penanaman pohon yang akan dilaksanakan di sebuah area wisata di kalurahan Hargorejo. Tepatnya Pesona Wisata lembah Kedung Luweng. Pokdawis ini sebenarnya sudah cukup lama bergerak di bidang kepariwisataan. Hanya saya saja yang kurang aktif untuk mengikuti perkembangan kegiatan yang ada di sana.


Berbeda dengan Pak Burhan, lelaki sederhana yang hidup dengan seorang istri dan ketiga anaknya ini. Sebagai tambahan informasi Padukuhan Tejogan terdiri dari 8 RT dan 2 RW. Banyak sisi menarik dari sosok laki-laki kelahiran 1974 ini ternyata beliau begitu aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Selain aktif di kegiatan SIGEMA (Siaga Gerakan Bersama ) Beliau juga aktif di Kartejo ( Karang Taruna Tejogan ) . “kami rasa Tejogan akan cotho tanpa beliau “ ungkap Ali Mustofa salah satu tetangga Pak Burhan.
Sisi mengagumkan dari beliau ketika saya berkunjung kesana adalah ternyata beliau seorang pribadi sederhana namun begitu visioner. Aktif di Karang Taruna membuat beliau ikut prihatin dengan kondisi remaja sekarang. Di antara sibuknya mencukupi kebutuhan keluarga dengan menjadi driver Pak Burhan menginisiasi Karang Taruna Tejogan untuk mengelola Bank Sampah. “ satu kali penjualan sampah Karang Taruna bisa menerima uang 400 ribu”. Ungkapnya. Dalam obrolan sore itu saya bertanya “ apa yang melatar belakangi bapak dengan pemikiran-pemikiran seperti ini? ” Dan dengan tertawa beliau menjawab “lho latar belakang saya kan tukang rongsok” kami pun tertawa lagi.


Dari cerita ini saya berfikir betapa kayanya sebuah organisasi hanya dengan jika sanggup mengelola Bank Sampah dengan baik. Ditemani sepiring tempe goreng, growol, ikan kali, dan teh hangat kami ngobrol di ruang tamu rumah sederhana itu. Terlihat jelas betapa semangatnya pribadi ini. “Jika karang taruna bisa rutin setiap minggu mengambil sampah dari rumah warga , akan lebih banyak sampah yang bisa kita manfaatkan untuk dijual” tambahnya. Berbasis dari latar belakang beliau yang tukang rongsok, saya tidak meragukan lagi kemampuan beliau untuk mengelola kegiatan ini.


Ketika saya datang mengunjungi beliau, saya dihadapkan pada pemandangan yang tidak biasa. Menuju rumah beliaupun saya harus melakukan satu hal yang menurut saya sedikit ekstrim, Menyebrang sungai. Iya, untuk menuju rumah beliau kita harus menyebrang sungai. Jangan bayangkan melalui jembatan permanen atau bambu. Hal itu saya lakukan adalah dengan terjun langsung menyeberang sungainya, hingga kita harus melepas alas kaki, sepatu atau sandal untuk melewati sungai ini. Bagaimana tidak, jika kita tidak mau melepas alas kaki, maka kita akan basah oleh air sungai ini. Sungai ini tidak pernah surut kecuali oleh kemarau panjang. Menurut Pak Burhan beliau sudah sekitar 5-6 kali menyemen dasaran sungai, agar sepeda motor bisa melintas.
Sungai hampir selebar 25 meter ini merupakan jalan akses termudah untuk menuju rumahnya. Pemukiman yang hanya terdiri dari 3 rumah dengan penghuni hampir 12 orang yang 3 diantaranya adalah anak sekolah. Perjuangan yang luar biasa, sebuah penerimaan hidup yang pantas diapresiasi. Bagaimana tidak ,di era pembangunan kita yang sudah sangat luar biasa ini, saya masih menemukan dimana ketika harus menuju pemukiman warga kita harus menyebrang sungai, Saya tidak bisa membayangkan jika aliran sungai ini deras seperti dimusim penghujan seperti ini. Dengan mengendarai sepeda motor anak-anak harus berangkat sekolah dan orang tua pergi keluar mencari nafkah. Apa kisah ini seperti perjalanan di sebuah pedalaman? batin saya bertanya. ( wir )

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image